Khamis, 23 September 2010

BELAJAR AGAMA PERLU ELAKKAN DARI FANATIK DAN TAKSUB, SEBALIKNYA BERLAPANG DADA YANG PENTING.




BELAJAR AGAMA PERLU ELAKKAN DARI FANATIK DAN TAKSUB, SEBALIKNYA BERLAPANG DADA YANG PENTING.

Imam Abu Hanifah

Imam mazhab yang pertama adalah Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit. Para muridnya telah meriwayatkan berbagai macam perkataan dan pernyataan beliau yang seluruhnya mengandungi satu tujuan, yaitu kewajipan berpegang kepada Hadis Nabi SAW dan meninggalkan sikap taklid pendapat-pendapat para imam bila bertentangan dengan hadis Nabi SAW. Ucapan beliau:

"Jika terdapat Hadis Sahih, itulah mazhabku."

"Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya."

Pada riwayat lain dikatakan bahawa beliau mengatakan: "Orang yang tidak mengetahui dalilku, haram baginya menggunakan pendapatku untuk memberikan fatwa." Pada riwayat lain ditambahkan: "kami hanyalah seorang manusia. Hari ini kami berpendapat demikian tetapi besok kami mencabutnya." Pada riwayat lain lai dikatakan: "Wahai Ya'Qub (Abu Yusuf), celakalah kamu! janganlah kamu tulis semua yang kamu dengar dariku. Hari ini saya berpendapat demikian, tapi esok saya meninggalkannya. Besok saya berpendapat demikian, tapi hari berikutnya saya meninggalkannya."

"Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Quran dan Hadis Nabi SAW, tinggalkanlah pendapatku itu."

Imam Malik bin Anas

Imam Malik berkata: "Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh kerana itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, ambillah; dan bila tidak sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, tinggalkanlah." "Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi SAW sendiri.

Imam Syafie

Riwayat-riwayat yang dinukil orang dari Imam Syafie dalam masalah ini lebih banyak dan lebih bagus, dan para pengikutnya lebih banyak yang melaksanakan pesananya dan lebih beruntung. Beliau berpesan antara lain: "Setiap orang haris bermazhab kepada Rasulullah dan mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku." "Seluruh kaum Muslim telah sepakat bahawa orang yang secara jelas telah mengetahui suati Hadis dari Rasulullah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang." "Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan Hadis Rasulullah, peganglah Hadis Rasulullah itu dan tinggalkanlah pendapatku itu." "Bila suati hadis itu Sahih, itulah mazhabku." "Kalian lebih tahu tentang Hadis dan para rawinya daripada aku. Apabila suati Hadis itu Sahih, beri tahukanlah kepadaku biar di mana pun orangnya, apakah di Kuffah, Basrah, atau Syam, sampai aku pergi menemuinya." "Bila suatu masalah ada Hadisnya yang sah dari Rasulullah SAW menurut kalangan ahli Hadis, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati." "Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yang ternyata menyalahi Hadis Nabi yang Sahih, ketahuilah bahawa hal itu bererti pendapatku tidak berguna." "Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang Sahih dari Nabi SAW, Hadis Nabi lebih utama dari kalian jangan bertaqlid kepadaku." "Setiap Hadis yang datang dari Nabi SAW berarti itulah pendapatku, sekalipun kalian tidak mendengarnya sendiri dari aku."

Imam Ahmad bin Hanbal

Ahmad bin Hambal merupakan seorang imam yang paling banyak menghimpun Hadis dan berpegang teguh kepadanya, sehingga beliau benci menjamah kitab-kitab yang memuat masalah furu' dan ra'yu. Beliau mengatakan sebagai berikut: "Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Syafie, Auza'i, dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil." "Pada riwayat lain disebutkan: "Janganlah kamu taqlid kepada sesiapa pun dari mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi SAW dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil. Adapun tentang tabi'in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima)." Kali lain dia berkata: "Yang dinamakan ittiba' yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi SAW dan para sahabatnya, sedangkan yang datang dari para Tabi'in boleh dipilih." "Pendapat Auza'i, Malik, dan Abu Hanifah adalah ra'yu (pikiran), Bagi saya semua ra'yu sama saja, tetapi yang menjadi hujjah agama adalah yang ada pada atsar (Hadis)." "Barangsiapa yang menolak Hadis Rasulullah SAW, dia berada di jurang kehancuran."
Demikianlah pernyataan para imam dalam menyuruh orang untuk berpegang teguh pada Hadis dan melarang mengikuti mereka tanpa sikap kritis. Pernyataan mereka itu sudah jelas tidak bisa dibantah dan diputarbelitkan lagi. Mereka mewajibkan berpegang pada semua Hadis yang Sahih sekalipun bertentangan dengan sebagian pendapat mereka tersebut dan sikap semacam itu tidak dikatakan menyalah mazhab mereka dan keluar dari kaedah mereka, bahkan sikap itulah yang disebut sebagai mengikuti mereka dan berpegang pada tali yang kuat yang tidak akan putus. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya bagi seseorang meninggalkan Hadis-hadis yang sahih kerana dipandang menyalahi pendapat mereka. Bahkan orang yang berbuat demikian telah derhaka kepada mereka dan menyalahi pendapat-pendapat mereka yang telah dikemukakan di atas, Allah berfirman:

"Demi Tuhanmu, mereka itu tidak dikatakan beriman sehingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam menyelesaikan sengketa di antara mereka, kemudian mereka tidak keberatan terhadap keputusanmu dan menerimanya dengan sepenuh ketulusan hati." (An-Nisa' 4:65) Allah juga berfirman: "Orang-orang yang menyalahi perintahnya hendaklah takut fitnah akan menimpa mereka atau azab yang pedih akan menimpa mereka. (An-Nur 24:63).
Sumber : www.muawiyah90.blogspot.com/search/label/Pendapat

Jumaat, 17 September 2010

Soal Jawab Agama : Dakwaan Syiah Bahawa Al-Quran tidak lengkap

Soal Jawab Agama : Dakwaan Syiah Bahawa Al-Quran Tidak Lengkap

Salam

1) Benarkah ada dakwaan yang mengatakan bahawa Al-Quran yang dipegang oleh pihak sunni tidak selengkap Al-Quran pihak Syiah? Berdosa besar atau murtadkah kita sekiranya Al-Quran yang dipegang oleh puak Syiah itu sebenar-benarnya wahyu Al-Quran sedangkan puak sunni seperti tidak mengakuinya?

*************
Panel Feqh
wa'alaikumussalam

Alhamdulillah. Kami akan cuba menjawab soalan sdr mie dengan kadar kemampuan yang ada, Insyaallah.

Soalan 1 : Benarkah ada dakwaan yang mengatakan bahawa Al-Quran yang dipegang oleh pihak sunni tidak selengkap Al-Quran pihak Syiah?

Benar, ada dikalangan puak2 Syiah ini mendakwa bahawa al-Quran yang ada pada tangan orang2 Islam sekarang ini tidak lengkap dan terdapat juga beberapa ayat2 yang telah diubah2. Malah, mereka mengatakan yang ada cuma 1/3 sahaja. Ini bererti puak2 Syiah ini kehilangan 2/3 al-Quran!

Dakwaan2 ini boleh dilihat didalam Kitab2 hadith mereka, al-Kafii fi Ushul, mengetengahkan sebuah riwayat dari Abu Bushair yang mengatakan sebagai berikut:

"Pada suatu hari aku datang ke rumah Abu 'Abdullah a.s. Kukatakan kepadanya: "Aku ingin menanyakan suatu persoalan, tapi apakah ada orang lain yang mendengarkan kata-kataku?" Abu Abdullah kemudian mengangkat sebuah aling-aling yang memisahkan rumahnya dari rumah orang lain. Setelah melihat-lihat sebentar ia berkata: "Tanyakanlah apa yang kau inginkan!" Aku mulai bertanya: "Para pengikut anda mengatakan bahwasanya Rasul Allah saw mengajarkan kepada Ali suatu Bab yang dapat membuka seribu Bab (yakni: mengajarkan suatu ilmu yang melahirkan seribu cabang ilmu). Benarkah itu?" Abu Abdullah menjawab: "Ya, Rasul Allah telah mengajar Ali seribu Bab yang masing-masing Bab-nya melahirkan seribu Bab." Aku berkata kagum: "Demi Allah itulah ilmu!" "Hai Abu Muhammad (nama panggilan Abu Bushair), kami mempunyai sebuah jami'ah (kumpulan ayat-ayat Al Qur'an), tahukah engkau apakah jami'ah itu" Aku menyahut: "Tak tahulah aku." Abu Abdullah menerangkan: "Sebuah Shahifah (kitab) panjangnya 70 hasta Rasul Allah saw, diimla'kan (catat) kepada Ali dari ucapan beliau dan ditulis oleh Ali dengan tangan kanannya. Di dalamnya terdapat segala hukum mengenai yang halal dan yang haram serta segala sesuatu yang perlu diketahui oleh ummat manusia, sampai soal mengenai kulit lecet." Ia lalu menyentuhkan tangannya pada badanku, sambil berkata: "Kulit yang lecet ini pun ada hukumnya!" Aku menyahut: "Demi Allah, itu benar-benar ilmu!" Ia berkata: "Ya, itu ilmu yang tiada taranya!" Ia diam beberapa saat, kemudian ia berkata: "Kami mempunyai Jafar, tahukah engkau apa arti Jafar?" Aku balik bertanya: "Apakah yang dimaksud dengan Jafar?" Abu Abdullah menerangkan: "Jafar adalah sebuah wadah dari kulit. Di dalamnya terdapat ilmu para Nabi, para penerima wasiat Nabi, dan ilmu para pendeta Bani Israil pada masa dahulu." Aku menanggapi: "Itulah ilmu!" Ia menyahut: "Itu memang ilmu yang tiada taranya!" Ia diam lagi beberapa saat, kemudian berkata lebih lanjut: "Kami mempunyai Mushhaf (Qur'an) Fatimah?" Aku balik bertanya: "Apakah Mushhaf Fatimah itu?" Ia menjawab: "Mushhaf yang berisi tiga kali lebih banyak dari Qur'an kalian! Tetapi demi Allah, tak ada satu huruf pun yang dicantumkan dalam Qur'an kalian ... dan seterusnya." ["Al Kafii Fil Ushul" Kitab Al Hujjah Bab yang menyebut soal-soal Shahifah, Jafar, Jami'ah dan Mushhaf Fatimah, hal. 239, 240, 241, Jilid I, Cetakan Teheran]

Banyak sekali hadith2 khayalan dan rekaan mereka yang menyokong hakikat al-Quran tidak lengkap dan ia mengalami perubahaan. Kesemua hadith2 ini kita tidak akan berjumpa didalam kitab Shahih Imam2 Bukhari, Muslim, Tirmudzi, Abu Daud dll.

Didalam Kitab Al Kafii Fil Ushul juga menceritakan bahawa jumlah ayat2 al-Quran adalah berjumlah 17,000, sebagaimana riwayat :-.

"Dari Hisyam bin Salim, ia menerimanya dari Abu 'Abdullah as. yang mengatakan: "Al Qur'an yang dibawa malaikat Jibril kepada Muhammad saw terdiri dari tujuh belas ribu ayat." ["Al Kafii Fil Ushul" Kitab Fadhul Qur'an, Bab Nawadir, hal. 634 Jilid II, Cetakan Teheran 1381H]

Yang ada pada tangan orang Islam sekarang adalah kompilasi yang penuh dengan pendustaan belaka, kecuali yang di kumpul dan disimpan oleh Ali ra. Demikianlah 2 contoh dakwaan puak Syiah Rafidah.

Hakikatnya :

Terdapat 3 pembahagian pandangan ulama' Syiah berkenaan dengan al-Quran :-

1. Terdapat banyak riwayat2 Syiah yang mengatakan bahawa al-Quran telah diubah.
2. Ada dikalangan ulama' Syiah Rafidah mengumumkan bahawa al-Quran tidak lengkap.
3. Ada dikalangan ulama' Syiah Rafidah ingkar bahawa al-Quran diubah secara taqqiyah (pembohongan untuk menyelamatkan diri) dan bukan secara hakikat.

Apabila dilihat dari segi pandangan ulama' mereka terhadap al-Quran sahaja sudah jelas menunjukkan wujudnya sesuatu kekeliruan yang amat besar! Ulama2 Islam selain dari Syiah tidak pernah meragui akan lengkapnya al-Quran, mereka sepakat akan terpeliharanya al-Quran yang ada, sebagaimana Allah swt menjamin bahawa al-Quran akan sentiasa terpelihara (lihat surah al-Hijr ayat 9 dibawah).

Dengan mengamalkan taqqiyah, ulama2 Syiah membenarkan orang Syiah menggunakan al-Quran yang ada pada orang2 Islam sekarang sementara menunggu kedatangan al-Quran mereka. Realitinya mereka masih tidak berjumpa dengan al-Quran yang dikatakan mempunyai 17,000 ayat.

Realitinya menurut Syeikh Dr. Yusuf al-Qaradhawi mereka masih menggunakan al-Quran yang dipakai oleh ahli Sunnah tetapi tidak mengakui menggunakannya. Syeikh al-Qaradhwi menggaris 5 contoh realiti yang ada :-

1
ـ أنهم جميعا متفقون على أن ما بين دفتي المصحف كله كلام الله، الذي لا يأتيه الباطل من بين يديه ولا من خلفه.
2- أن المصحف الذي عند الشيعة في كل العالم اليوم هو: المصحف الذي يوجد عند أهل السنة، فالمصحف المطبوع في إيران هو نفسه المطبوع في السعودية وفي مصر وفي باكستان والمغرب وغيرها من بلاد العالم الإسلامي.
3- أن هذا القرآن ـ الذي يدعي البعض تحريفه ـ هو الذي يفسره مفسرو الشيعة من قديم إلى اليوم، لا يوجد قرآن غيره يقومون بتفسيره، وهو الذي يتحدثون عن بلاغته وإعجازه إلى اليوم.
4- أن هذا القرآن هو الذي يستدلون به على معتقداتهم في كتبهم العقائدية، وهو الذي يحتجون به على الأحكام في كتبهم الفقهية.
5- أن هذا القرآن هو الذي يعلمونه لأولادهم في المدارس الدينية والحكومية، وعلى شاشات التلفاز وغيرها.
"1. Mereka semua bersetuju diantara dua sudut bahawa al-Quran itu kesemuanya adalah Kalam (Perkataan) Allah, yang tidak datang ditangannya kebatilan dan tidak dari belakang.

2. Sesungguhnya al-Quran yang ada disisi orang2 Syiah diseluruh dunia adalah : al-Quran yang berada di tangan ahli Sunnah (Sunni), iaitu al-Quran yang dicetak di Iran sendiri, di Arab Saudi, Mesir, Pakistan, Maghribi dan lain2 dunia Islam.

3. Sesungguhnya al-Quran ini - yang didakwa terdapat beberapa perubahan - iaitu yang ditafsir oleh ulama2 tafsir Syiah yang terdahulu hingga kini, tidak ada al-Quran lain yang membawa tafsiran tersebut, dan merekalah yang bercakap mengenai balaghah dan 'ijaznya sehingga kini. (kamin :- ada dikalangan pentafsir mereka masih memuji kelebihan al-Quran yg ada).

4. Al-Quran inilah yang menjadi buku ideologi mereka, dan kitab inilah mereka ambil darinya hukum2 sebagaimana didalam kitab2 fiqh mereka.

5. Al-Quran inlah yang terdapat di Sekolah2 Agama dan Sekolah2 Kerajaan, di kaca TV dan lain2nya."

Persoalan : kenapa masih ingin berdalih lagi???????

==========
Soalan 2 : Berdosa besar atau murtadkah kita sekiranya Al-Quran yang dipegang oleh puak Syiah itu sebenar-benarnya wahyu Al-Quran sedangkan puak sunni seperti tidak mengakuinya?

Ini merupakan persoalan aqidah. Kita tidak boleh meragui langsung al-Quran yang ada sekarang! Ini adalah pegangan ahli Sunnah....Tidak timbul perkataan 'mungkin', atau 'sekiranya' dakwaan mereka benar.

Sikap kita

a. Kita wajib beriman bahawa al-Quran yang ada sekarang lengkap! Kita tidak boleh meragui langsung akan lengkapnya al-Quran, kerana Allah swt sendiri menjaga al-Quran tersebut. Firman Allah swt :-

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ


"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah yang memelihara dan menjaganya." [Surah al-Hijr : 9]

إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ. فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ. ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ.


"Sungguh, Kamilah yang akan mengumpulkannya (ayat-ayat Al Qur'an) dan membacakannya, maka apabila telah Kami bacakan ikutilah pembacaannya, kemudian Kamilah yang akan menjelaskannya." [Al Qiyamah: 17,18, 19]

لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
"Tidak disentuh oleh kebatilan dari depan ataupun dari belakang (secara terang-terangan ataupun secara samar-samar). Ia (Al Qur'an) diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." [Fushshilat: 42]

b. Kita percaya bahawa Al-Quran berada di hati sahabat2 yang menghafalnya, ia ditulis di pokok2, batu2 putih sehinggalah ke zaman Khalifah Abu Bakar al-Siddiq ra. Semasa perang Riddah, ramai dikalangan sahabat2 yang menghafal al-Quran telah mati, maka Abu Bakar ra. khawtir akan hilangnya al-Quran. Dia berbincangkdengan para2 sahabat yang lain mengenai cadangan mengumpulkan keseluruhan al-Quran menjadikan satu buku. Tanggung jawab tersebut diserahkan kepada al-hafiz besar Zayd ibn Thaabit yang menulis al-Quran tersebut. Riwayat ini terdapat didalam Kitab Shahih Bukhari. Kitab al-Quran ini ada pada Abu Bakar sehinggalah beliau mati, berada ditangan Umar ra sehingga sepanjang hidupnya dan kemudian kepada Hafsah bt Umar ra.
=========

Kesimpulannya memang terdapat dikalangan puak Syiah yang mendakwa bahawa al-Quran yang ada tidak lengkap dan telah ditukar. Akan tetapi dikalangan mereka juga berselisih pandangan mengenai al-Quran tersebut. Sehingga kini, mereka masih lagi menggunakan al-Quran yang ada pada seluruh umat Islam. Mereka cakap sahaja bahawa al-Quran tidak lengkap dan telah diubah, akan tetapi pada realitinya, tidak wujud langsung dakwaan mereka. Kita wajib beriman bahawa inilah al-Quran yang telah lengkap, yang telah dikumpulkan oleh Abu Bakar al-Siddiq ra. Tidak boleh ragu2 akan lengkapnya al-Quran. WA.

wassalam

sumber: http://qaasasaqidahtauhid.blogspot.com/2009/01/dakwaan-syiah-al-quran-tak-lengkap.html

Rabu, 1 September 2010

Ada Apa Dengan Wahabi


ADA APA DENGAN WAHABI

MARI KITA BERBINCANG DALAM SUASANA YANG AMAN DAN ILMIAH, APAPUN SILA BACA DULU ARTIKEL DI BAWAH, JIKA ADA SEBARANG PERSOALAN KITA BOLEH BERBINCANG.

Bulan November 2010 ini genaplah empat tahun laporan muka utama sebuah akhbar perdana tempatan yang berjudul “Fahaman Wahabi Menular”. Kebanyakan kenyataan dalam laporan tersebut adalah tidak tepat sebagaimana yang telah dijelaskan oleh sahabat saya, Mohd. Yaakub bin Mohd. Yunus dalam bukunyaFahaman Wahabi Menular: Satu Analisis Terhadap Dakwaan Yang Ditimbulkan Oleh Akhbar Utusan Malaysia terbitan Jahabersa, Johor Bahru, 2006. Namun ada dua kenyataan yang boleh dikatakan tepat:


* Pertama: Laporan tersebut menyatakan bahawa fahaman Wahabi sedang menular. Ini tepat, bahkan yang lebih jitu adalah fahaman Wahabi memang sungguh-sungguh sedang menular. Ia seumpama arus tsunami yang menenggelamkan pelbagai fahaman, pengaruh, jamaah dan aliran lain yang ada di Malaysia.

* Kedua: Laporan tersebut menyatakan bahawa fahaman Wahabi mendapat tempat di kalangan cerdik pandai umat Islam. Ini tepat, tetapi realiti masa kini membuktikan bahawa fahaman Wahabi juga sudah mendapat tempat di kalangan mereka yang berada dalam pelbagai lapisan dan latarbelakang.

Apa Dan Kenapa Wahabi?

Saya biasa ditanya, apakah fahaman Wahabi? Jawapan saya mudah sahaja: “Ia adalah pemikiran dan amalan Islam berdasarkan dalil dan hujah yang berbeza dengan kebiasaan masyarakat”. Soalan seterusnya, kenapa fahaman Wahabi mendapat tempat secara meluas di kalangan umat Islam? Terdapat beberapa jawapan bagi persoalan ini:

Pertama: Fahaman ini memandang Islam sebagai suatu agama yang berdasarkan ilmu. Oleh itu ia tidak membicarakan Islam melainkan dengan metodologi ilmiah yang tinggi lagi berdisiplin. Fahaman ini menolak bicara Islam yang berdasarkan mitos, khayalan, cerita-cerita dongeng dan apa-apa yang seumpama. Dalam suasana umat Islam yang semakin meningkat taraf keilmuannya, mereka mula beralih kepada Islam yang berdasarkan ilmu, yakni dalil dan hujah.

Kedua: Fahaman ini meningkatkan lagi penghayatan umat Islam terhadap agama Islam. Jika sebelum ini umat hanya mengenal Islam berdasarkan hafalan “fardhu ain”, kini umat mula mengenal Islam berdasarkan dalil dan hujah. Umat Islam mula mengenal kenapa mereka beribadah dengan tatacara sekian-sekian, hikmah di sebalik sesuatu ibadah, tujuan di sebalik sesuatu hukum dan objektif yang ingin dicapai oleh syari’at kepada manusia.

Ketiga: Fahaman ini memberi penekanan kepada usaha tajdid, iaitu usaha membersihkan agama Islam dari pelbagai pencemaran sehingga ia kembali tulen. Ketulenan ini adalah sesuatu yang benar-benar asing kepada masyarakat sehingga mereka menganggap ia adalah sesuatu yang baru, sekali pun ia sebenarnya sudah wujud sejak lebih 1400 tahun yang lalu. Usaha tajdid memberi nafas baru kepada umat Islam. Mereka mula melihat keindahan, kemudahan dan kesyumulan Islam sebagaimana yang dilihat oleh generasi pertama yang menerimanya secara tulen daripada Rasulullah s.a.w..

Keempat: Fahaman ini menyentuh isu-isu terkini lagi relevan dengan suasana umat Islam. Sebagai contoh, apabila fahaman yang lain masih memberi perhatian kepada hukum berwudhu’ dengan air perigi, fahaman ini memberi perhatian kepada hukum berwudhu’ dalam kapalterbang. Apabila fahaman lain memberi perhatian kepada cara berzikir di atas pokok, fahaman ini memberi perhatian kepada cara beribadah di atas kenderaan moden seperti LRT, Monorail, Komuter dan sebagainya. Oleh itu tidak asing juga apabila didapati antara yang kehadapan dalam menangani isu-isu liberalisme, pluralisme, feminisme dan athiesisme adalah tokoh-tokoh yang disandarkan kepada fahaman ini.

Kelima: Fahaman ini tidak membataskan ahli-ahlinya kepada jamaah tertentu. Tidak ada sistem mendaftar keahlian, berbai’ah kepada amir, perlantikan ahli jawatan kuasa tahunan dan lain-lain yang biasa ditemui dalam jamaah-jamaah Islam. Seseorang itu boleh sahaja mengikuti fahaman ini dan pada waktu yang sama terus bergiat aktif dengan jamaah yang dianggotainya. Hanya saja fahaman ini mengingatkan umat Islam agar membetulkan tujuan mereka bergiat aktif di dalam sesuatu jamaah. Hendaklah tujuan tersebut demi kebaikan Islam dan umatnya, bukan demi memelihara maruah jamaah dan menjaga kedudukannya sebagai yang terbaik berbanding jamaah-jamaah yang lain.

Di Mana Salahnya Fahaman Wahabi?
Secara umum, tidak ada yang salah dengan fahaman Wahabi kecuali namanya. Memang, ada segelintir orang yang mengikuti fahaman ini dengan semangat yang mendahului ilmu dan kematangan sehingga mereka berlebih-lebihan dalam mengkritik dan mencela. Namun tindakan segelintir tidak boleh dijadikan hujah untuk menghitamkan keseluruhan fahaman ini dan majoriti yang mengikutinya berdasarkan ilmu dan kematangan.

Fahaman Wahabi bukanlah sesuatu yang asing dalam Islam atau terkeluar dari Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah. Malah ia lebih mendekati Islam yang sebenar dan Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah yang tulen. Terkecuali adalah nama “Wahabi” yang disandarkan kepada fahaman ini, ia adalah nama yang sengaja digunakan oleh sebahagian agamawan sebagai senjata untuk menakutkan orang ramai dan menjauhkan mereka daripada fahaman yang murni ini. Kenapakah perlu ditakut dan dijauhkan orang ramai daripada fahaman ini? Paling kurang ada dua sebab utama:
Sebab Pertama: Apabila fahaman ini membicarakan Islam berdasarkan metodologi ilmiah, akan terbongkar kesilapan, kedongengan dan kepalsuan apa yang selama ini disampaikan oleh para agamawan tersebut. Dalam menghadapi suasana ini, para agamawan terbahagi kepada dua kategori:

* Pertama adalah mereka yang bekerjaya dalam jurusan agama berdasarkan sikap jujur lagi amanah. Mereka membetulkan apa yang pernah disampaikan sebelum ini seandainya ia sememangnya tidak tepat.
* Kedua adalah mereka yang bekerjaya dalam jurusan agama kerana maruah dan status. Mereka sukar untuk mengakui bahawa apa yang mereka sampaikan sebelum ini adalah tidak tepat. Maka mereka mencari helah untuk menakutkan orang ramai dan menjauhkan mereka dari kebenaran tersebut. Helah tersebut adalah: “Berhati-hatilah dengan fahaman Wahabi kerana ia terkeluar dari Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah……”

Sebab Kedua: Fahaman ini benar-benar mendapat sambutan daripada umat Islam sehingga kuliah-kuliah pimpinan tokohnya dibanjiri oleh hadirin dari pelbagai latarbelakang. Suasana ini bertolak belakang dengan kuliah-kuliah lain yang semakin lengang sehingga akhirnya dibatalkan oleh pihak penganjur. Dalam menghadapi suasana ini, sekali lagi para agamawan terbahagi kepada dua kategori:

* Pertama adalah mereka yang memiliki sikap yang positif dimana dengan sikap tersebut mereka berusaha untuk mempertingkatkan mutu kuliah yang disampaikan, selari dengan kehendak para hadirin.

* Kedua adalah mereka yang memiliki sikap yang negatif dimana mereka enggan mempertingkatkan

mutu kuliah yang disampaikan. Pada waktu yang sama mereka tidak boleh berdiam diri kerana semua ini melibatkan sumber pendapatan mereka. Dengan berkurangnya jemputan, berkuranglah juga pendapatan. Maka mereka perlu mencari helah untuk menjanakan kembali sumber pendapatan dengan berkata: “Berhati-hatilah dengan kuliah orang-orang Wahabi, mereka itu ditaja oleh pihak Barat……”
Siapa Yang Sebenarnya Salah?

Diharapkan melalui penjelasan yang ringkas di atas, para pembaca sekalian dapat mengetahui kisah sebenar di sebalik gelaran atau tuduhan “Wahabi”. Tidak percaya? Cubalah mengkaji salah satu dari kitab Mazhab asy-Syafi’e yang muktabar dan pilih satu hukum atau amalan yang berbeza dari kebiasaan masyarakat. Nescaya anda akan dituduh “Wahabi” sekalipun rujukan anda ialah kitab muktabar Mazhab asy-Syafi’e.
Di sini ingin saya tambah, bahawa yang tidak benar bukan sekadar tuduhan “Wahabi”, tetapi sikap orang yang menuduh itu sendiri adalah tidak benar. Ini kerana Islam melarang umatnya daripada tuduh-menuduh, cemoh-mencemuh dan memanggil antara satu sama lain dengan gelaran yang tidak baik. Allah s.w.t. berfirman, maksudnya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sesuatu kumpulan (dari kaum lelaki) mencemuh dan merendah-rendahkan kumpulan lelaki yang lain, (kerana) boleh jadi kumpulan yang dicemuhkan itu lebih baik daripada mereka; dan janganlah pula sesuatu kumpulan dari kaum perempuan mencemuh dan merendah-rendahkan kumpulan perempuan yang lain, (kerana) boleh jadi kumpulan yang dicemuhkan itu lebih baik daripada mereka;

Dan janganlah setengah kamu menyatakan keaiban setengahnya yang lain; dan janganlah pula kamu panggil-memanggil antara satu dengan yang lain dengan gelaran yang buruk. (Larangan-larangan yang tersebut menyebabkan orang yang melakukannya menjadi fasik, maka) amatlah buruknya sebutan nama fasik (kepada seseorang) sesudah dia beriman. Dan (ingatlah), sesiapa yang tidak bertaubat (daripada perbuatan fasiknya) maka merekalah orang-orang yang zalim.” [al-Hujurat 49:11]

Akhir kata, apabila anda mendengar seseorang berkata: “Si fulan Wahabi”, “Kumpulan itu Wahabi”, “Ini majalah Wahabi” atau apa-apa tuduhan seumpama, maka ketahuilah bahawa kesalahan tidak terletak pada yang dituduh tetapi pada yang menuduh.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...